Halaman

Selasa, 17 Januari 2012

Hati-hati ,Nol di Tabungan Anda Akan Berguguran

Thank you for using rssforward.com! This service has been made possible by all our customers. In order to provide a sustainable, best of the breed RSS to Email experience, we've chosen to keep this as a paid subscription service. If you are satisfied with your free trial, please sign-up today. Subscriptions without a plan would soon be removed. Thank you!
Plasadana.com - Bank Indonesia dan pemerintah ngotot agar kebijakan redenominasi rupiah atau penyederhanaan nilai mata uang bisa dibahas DPR tahun depan dan mulai berlaku tahun berikutnya. Demi sekadar rupiah tampak gagah, ada biaya besar menanti.

[imagetag]

Secara bahasa, denominasi adalah sebutan nilai nominal uang. Jadi, redenominasi berarti mengubah penyebutan nilai uang. Bank Indonesia lebih suka menyebutnya sebagai penyederhanaan nilai mata uang.
Dalam kebijakan itu, Bank Indonesia ingin menghapus tiga nol di belakang nilai mata uang yang berlaku sekarang. Misalnya, uang pecahan 1.000 rupiah akan diganti dan disebut sebagai uang 1 rupiah, walaupun memiliki nilai yang sama dengan mata uang sekarang.
Tujuannya sederhana, agar rupiah seolah tampak gagah. Tidak timpang dengan mata uang dari negara lain, terutama di kawasan Asia Tenggara. Jadi, jika sekarang satu dolar AS seharga 9.500 rupiah misalnya, kelak hanya 9,5.

Namun di balik itu, ada biaya besar untuk melaksanakannya:

Ada proyek cetak uang baru

Bersamaan dengan kebijakan redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang ini, proyek percetakan uang sudah di depan mata. Ini proyek besar yang membutuhkan biaya sangat besar. Ingat kasus dugaan korupsi pengadaan uang kertas 100 riru rupiah yang dibuat di Australia? Nilai dugaan suapnya saja mencapai 12 miliar.

Namun kasusnya berhembus makin sayup, terus tak terdengar lagi. Terakhir dibincangkan tahun lalu. Kini, dengan rencana kebijakan redenominasi, tentu akan ada anggaran untuk mencetak uang baru.

Nah, proyek sosialisasi

Bank Indonesia sudah merencanakan masa sosialisasi kebijakan tersebut selama dua tahun. Tentu saja ada anggaran yang disiapkan untuk kegiatan ini, dan jelas tidak akan murah. Bahkan ada yang memperkirakan total biaya untuk mencetak uang baru dan masa sosialisasi bisa mencapai 10 triliun.

Proyek ini bisa digunakan untuk membiaya para pendukung kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia. Bisa jadi, setelah DPR menyetujui misalnya, jumlah kuantitas seminar dan diskusi di Jakarta terutama, akan naik lantaran ada injeksi dari proyek sosialisasi ini. Dan asosiasi perusahaan iklan pun harus merevisi proyeksi belanja iklan.

Kepanikan masyarakat

Selain ada potensi proyek, ada juga kemungkinan bencananya. Bayangkan ketika belanja ikan mas satu kilo jadi 17 rupiah dari yang tadinya seharga 17 ribu, misalnya. Pedagang sayur keliling atau di pasar becek tentu bakal kaget. Apalagi, ada dua mata uang yang bisa digunakan sebagai alat tukar selama masa transisi. Satu mata uang yang sekarang, satunya lagi yang sudah diredenominasi.

Belum lagi kalau belanjaannya senilai 1.200 rupiah. Bayar dengan uang baru sebesar 2 rupiah, kembali dengan uang lama 800 rupiah. Pedagang bumbu dapur bisa terkejut. Tapi tentu saja pemerintah dan Bank Indonesia sudah menyiapkan langkah sosialisasinya. Nah, proyek lagi.

Waspadai pembulatan harga

Hati-hati ada pembulatan harga. Misalnya, kalau saat ini ada barang yang dijual seharga 2.400 rupiah, bisa-bisa dibulatkan jadi 3 rupiah dengan pecahan uang baru. Pembulatan ini akibat keinginan mengambil jalan pintas alias gampangnya saja.

Padahal, dengan pembulatan seperti itu, ada kenaikan harga sebesar 600 rupiah dengan uang yang saat ini berlaku. Konsumen jelas sangat dirugikan dengan perilaku seperti ini. Dan potensi kenaikan inflasi atau penurunan nilai mata uang, bisa tak terelakkan.

Ongkos penyesuaian

Dunia usaha dan perbankan pun harus menyesuaikan dengan kebijakan baru ini melalui perubahan standar harga dan biaya. Dari daftar (leaflet) harga menu makanan yang berubah hingga cetakan ongkos jasa dan penyesuain perangkat lunak – bisa jadi juga perangkat keras seperti alat atau mesin hitung – ikut diganti. Tentu saja ini membutuhkan biaya tidak sedikit, apalagi untuk ukuran usaha kecil dan menengah.

Jika dihitung-hitung, biaya kebijakan yang ingin segera diterapkan oleh Bank Indonesia ini terlalu mahal di tengah situasi yang tidak menguntungkan bagi rakyat. Krisis global belum pulih.

Jangan lagi rakyat dibebani oleh kebijakan yang bisa berdampak terhadap kepanikan. Jangan pula gara-gara Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution yang akan mengakhiri masa jabatannya di tahun 2013, kebijakan ini dipaksa jalan lantaran ingin dikenal sebagai "warisannya" atau legacy. Sebaiknya, carilah kebijakan yang lebih arif.

So,waspadalah----- waspadalah yah my bro n' my sista

Sumber: http://plasadana.com/konten.php?kanal=1&id=56

ag6966nh 17 Jan, 2012

Admin 17 Jan, 2012


-
Source: http://situs-berita-terbaru.blogspot.com/2012/01/hati-hati-nol-di-tabungan-anda-akan.html
--
Manage subscription | Powered by rssforward.com

0 komentar:

Posting Komentar